Peduli Lingkungan lewat foto. Hunting foto bersama PF-PPWI

Permasalahan lingkungan seperti permukiman kumuh dan sampah di kota-kota besar selalu menjadi sorotan utama, bolehlah sebuah kota menyatakan bahwa kotanya sudah maju tapi tetap saja permukiman kumuh dan sampah tidak bisa diatasi.

Penanganan kawasan permukiman kumuh sesungguhnya perlu dilakukan tidak saja di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang menjadi bagian kota metropolitan dan atau kota besar, tetapi juga perlu dilakukan di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang ada di kota sedang dan kecil.

Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.

Ciri-ciri pemukiman kumuh menurut  Prof. DR. Parsudi Suparlan (antropolog), sebagai berikut:
1.     Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
2.     Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampuatau miskin.
3.     Adanya tingkat frekuensi dankepadatan volume yang tinggi dalampenggunaan ruang-ruang yang ada dipemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutantata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
4.     Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai:
a.      Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.
b.     Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.
c.      Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.
5.     Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya.
6.     Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.
Sumber: http://www.facebook.com/groups/pf.ppwi/doc/249911088389268/

Berkaitan dengan deskripis diatas, sabtu 22 Oktober 2011 puluhan fotografer di Manado berpartisipasi dalam acara Hunting Foto yang diberi tajuk Peduli Lingkungan Lewat Foto, "Ngoni Buang Sampah Torank Kuti (baca: foto)" (Kalian buang sampah kami foto) diselenggarakan oleh PF-PPWI Sulawesi Utara bekerja sama dengan Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP).

IMG_5410_1_2Enhancer
Pukul 06.00 para fotografer mulai berkumpul di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) pusat kota Manado, satu persatu mulai berdatangan lengkap dengan peralatan kamera masing-masing.
IMG_5428_29_30_tonemapped
Sekitar pukul 06.30 partisipan sudah hampir terkumpul. Kebersamaan terasa begitu hangat, tidak peduli dari club atau komunitas mana, walau diantara mereka ada yang baru bertemu tatap muka saat itu. Seperti semboyan yang selalu di suarakan "Torang Samua Basudara", dan itu tercermin pada saat itu.

IMG_5439_40_41_tonemappedSebelum melakukan perjalanan ke lokasi hunting yang direncanakan, yaitu menyusuri sungai "Kuala Jengki" anak-anak SMK Sola Gratia Tongkaina Jurusan Selam yang berdandan ala Zombie dengan wardrobe dari sampah  yang dipimpin Mrs. Simone Gerritsen dari Thalassa Dive Centre melakukan aksi teatrikal merepresentasikan dampak buruk dari sampah yang tidak terkelola dengan baik. Selanjutnya Dr. Ir. Johny S. Tasirin, MScF, Koordinator Program WCS-IP Sulawesi memberikan arahan mengatakan, “kesadaran akan peduli lingkungan harus dikampanyekan secara terus menerus, agar masyarakat bisa diingatkan akan pentingnya bersahabat dengan lingkungan yang ditempatinya.”


IMG_5453_4_5_tonemapped
IMG_7118IMG_7116
Setelah itu semua berjalan menuju Pasar Bersehati Manado, untuk naik transportasi air yang sudah disiapkan panitia, setiap perahu ditumpangi 5-6 orang partisipan ditambah 1 orang anak yang berkostum zombie dengan maksud untuk menarik perhatian masyarakat. 
IMG_7126
Baru beberapa menit perahu berjalan, kami sudah diperhadapkan dengan objek-objek yang akan diburu. Sampah berserakan dimana-mana, hanyut mengikuti arus sungai "Kuala Jengki".
Dan tak jauh kemudian, didapati pemukiman kumuh. Kehidupan kesehariannya, sungai ini adalah kebutuhan utama pemukiman ini. Mandi, mencuci, memasak sumber air semuanya diambil dari sungai ini, padahal sampah berserakan diatas sungai.
Tak jauh kemudian di tingkungan pertama, kami dihadapkan dengan pemandangan yang kontras dengan sebelumnya. Beberapa sudut dari sungai ini, ada keindahan yang perlahan mulai hilang dikikis sampah.
Begitu asyiknya mengambil gambar dari atas perahu, tak terasa sudah hampir jam 09.00, terik matahir mulai terasa membakar kulit dan dahaga mulai terasa haus.
Saya pun mengalih perhatian ke pendayung yang mengemudikan perahu yang mengantar kami. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk menghilangkan rasa panas yang menyengat. Bapak yang mengantar kami sekaligus pemilik perahu ternyata bernama Hagip, berasal dari gorontalo dan sejak tahun 1990 menetap di Manado daerah Kuala Jengki. Sejak datang di Manado sampai sekarang kesehariannya mendayung perahu mengantar penumpang dialiran sungai "Kuala Jengki" (Kuala Jengki = Muara Sungai Tondano).
Perjalanan menyusuri Kuala Jengki diteruskan, setelah hampir separuh dari rute perjalanan tiba-tiba dari sebuah jendela seorang bapak berteriak "Coba datang kemarin, hari ini sampahnya cuma sedikit, kemarin sudah terbawa air hujan"
Memang benar kemarin (21 Oktober 2011) hujan turun begitu lebat, peralanan kami tetap diteruskan sambil tersenyum kepada Bapak yang berteriak tadi.
Hari semakin siang dan terik panas semakin menyengat, langit yang cerah warna birunya membuat semua fotografer tetap bersemangat mengambil gambar.
Tak terasa sudah sampai di ujung rute sesi menyusuri Kuala Jengki (aka Muara Sungai Tondano). Semua naik ke pinggiran dan berkumpul untuk istirahat.
Untuk menghilangkan kejenuhan dan rasa capek setelah menyusuri sungai dan bermadikan terik panas matahari, sesi selanjutnya para fotografer disuguhkan dengan foto model yang sudah disiapkan panitia. Konsepnya tetap masih berkaitan dengan tema hunting, dimana yang paling ditonjolkan adalah dibalik keindahan sebuah kota manado masih ada sampah yang harus diselesaikan.

Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi bersama


Rute Hunting:

http://maps.google.co.id/?ll=1.493778,124.846916&spn=0.012506,0.021136&t=h&vpsrc=6&z=16

Link terkait:

Komentar