Membuka catatan Blog di tahun 2010, saya mengutip cerita yang pernah di kirimkan ke saya lewat email sekitar taoh 2002-2003. Semoga ini menjadi inspirasi hidup, supaya kita lebih mencintai orang tua kita.
Alkisah di suatu desa ada seorang ibu yang sudah tua hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama
meninggal karena sakit. Anaknya satu-satunya suka mencuri, berjudi, mengadu ayam, dan banyak lagi yang membuat si ibu
sering bersedih dan menangis begitupun ibu tua itu selalu berdoa kepada Tuhan, "Tuhan tolong Kau sadarkan anakku yang
kusayangi, supaya ia tidak berbuat dosa lebih banyak lagi. Aku sudah tua dan aku ingin menyaksikan dia bertobat,
sebelum Aku mati".
Perbuatan jahatnya sangat keterlaluan dan Sudah sangat sering ia keluar masuk bui karena kejahatan yang dilakukannya.
Suatu hari ia kembali mencuri di sebuah rumah penduduk desa. Malang nasibnya akhirnya ia tertangkap oleh penduduk yang
kebetulan lewat. Kemudian dia dibawa ke hadapan Raja untuk diadili sesuai dengan kebiasaan di Kerajaan tersebut.
Setelah ditimbang berdasarkan sudah seringnya ia mencuri, maka tanpa ampun lagi si Anak tersebut dijatuhi hukuman
pancung akan dilakukan keesokan harinya tepat pada saat lonceng Gereja berdentang menandakan pukul enam pagi. Berita
hukuman itu sampai juga ke telinga si Ibu. Dia menangis,meratapi Anak yang sangat dikasihinya. Sembari berlutut dia
berdoa kepada Tuhan. "Tuhan, Ampunilah Anak Hamba. Biarlah HambaMu yang sudah tua renta ini yang menanggung dosa dan
kesalahannya. Dengan tertatih-tatih dia mendatangi Raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan, tapi keputusan sudah
bulat, si Anak tetap harus menjalani hukuman. Dengan hati hancur si Ibu kembali ke rumah. Tidak berhenti dia menangis
dan berdoa akhirnya dia tertidur dan bermimpi bertemu dengan Tuhan.
Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan,rakyat berbondong-bondong untuk menyaksikan hukuman pancung tersebut.
Sang Algojo sudah siap dengan Pancungnya, dan si Anak tadi sudah pasrah menantikan saat ajal menjemputnya. Terbayang di
matanya wajah ibunya yang sudah tua, tanpa terasa dia menangis menyesali perbuatannya.
Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan, lonceng Gereja belum juga berdentang. Suasana
mulai berisik. Sudah lima menit lewat dari waktunya. Akhirnya datang petugas yang membunyikan lonceng di Gereja. Dia
Juga mengaku heran, karena sudah sedari tadi dia menarik lonceng tapi, suara dentangnya tidak ada. Ketika mereka
sedang terheran-heran, tiba-tiba dari tali yang di pegangnya mengalir darah. , darah tersebut datangnya dari
atas, berasal dari tempat di mana Lonceng diikat. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa
orang naik ke atas menyelidiki sumber darah itu. Tahukah Anda apa yang terjadi? Ternyata di dalam lonceng besar itu
ditemui tubuh si Ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk Bandul di dalam lonceng yang mengakibatkan
lonceng tidak berbunyi, sebagai gantinya kepalanya yang terbentu ke dinding lonceng. Seluruh orang yang menyaksikan
kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata . Sementara si Anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah
diturunkan. Dia menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah
memanjat ke Atas dan mengikat dirinya di lonceng tersebut serta memeluk besi di dalam lonceng,untuk menghindari hukuman
pancung anaknya.
Demikianlah, sangat jelas kasih seorang ibu untuk anaknya, betapapun jahatnya si Anak. Marilah kita mengasihi orang tua
kita masing-masing, selagi kita masih mampu karena mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di Dunia ini. Amin.
Lihat juga cerita :
Cinta Seorang Ayah.
Tidak ada komentar: