Minggu, Oktober 30, 2011

Peduli Lingkungan lewat foto: Hunting II PF-PPWI Budaya, Wisata dan Religi [KALI, PINELENG]


Sabtu 29 oktober 2011 kembali PF-PPWI melaksanakan kegiatan hunting foto yang masih dalam rangkaian kegiatan "Peduli Lingkungan Lewat Foto" bekerja sama dengan WCS (World Conversation Society). Hunting pertama, PF-PPWI mefokuskan pada sampah di sekitar Kuala Jengki (Muara Sungai Tondano). Kali ini hunting ke-2 difokuskan pada tema budaya, keagamaan dan lokasi wisata. Lokasi yang menjadi tempat hunting adalah Taman Makam Pahlawan Imam Bonjol & Air Terjun Kali.



Pukul 06.00 peserta mulai berkumpul, satu jam kemudian setelah briefing dan perkenalan singkat dari para peserta tepat pukul 07.10 semuanya berangkat ke lokasi pertama yaitu taman makam Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol dengan jarak kurang lebih 5 km dari lokasi meeting point.
Photo: Wensi Pantouw
Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1838.[1] Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.
Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, Dia merupakan putra dari pasangan Bayanuddin (ayah) dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin, merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Muhammad Shahab memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol
Dalam bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang ke Palupuh untuk berunding. Tiba di tempat itu langsung ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhir itu ia meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat pengasingannya tersebut.


Pukul 08.30 lanjut ke lokasi meeting point 2 di desa kali sebelum menuju lokasi hunting air terjun kali, sekalian rehat beberapa menit karena lokasi hunting air terjun akan ditempuh dengan berjalan kaki jaraknya kurang lebih 1 km dari meeting point 2. Meiki Tangkuman anggota PF-PPWI menyiapkan rumahnya sebagai tempat untuk meeting point 2. Rehat selama 30 menit kemudian lanjut ke lokasi air terjun kali dengan berjalan kaki.

Serunya sepanjang peralanan menuju air terjun, banyak objek yang bisa difoto. Terutama mereka penggemar fotografi macro dan landscape tempat ini seperti surga bagi mereka.


Memasuki jalan setapak menuju Air Terjun anda akan disajikan pemandangan landscape yang indah di sisi sebelah kanan.

Pertengahan rute jalan setapak, jikalau mulai terasa letih ada bangunan yang bisa dijadikan tempat beristirahat. Sayangnya bangunan sudah tidak terawat, walau masih kokoh berdiri karena dibuat permanen, tapi kondisi  sangat kotor.


Beberapa meter kedepan menuju air terjun, ada mata air. Konon dapat langsung diminum. Jadi jika persediaan air minum sudah sedikit atau habis, wadah air minum yang dibawah bisa diisi dengan air dari mata air ini.

Akhirnya sampai juga dilokasi air terjun, tanpa banyak bicara lagi semua peserta langsung menyiapkan peralatan mereka. Saya langsung melepas sepatu, dan langsung masuk ke sungai untuk mengambil gambar air terjun.

Air terjun Kali memiliki ke unikan yaitu memiliki 2 buah air terjun dengan ketinggian 60 meter. Sangat disayangkan objek wisata ini sudah tidak terawat, bahkan terlihat sudah dilupakan dan dibiarkan. Potensi Air terjun sangatlah besar untuk menarik wisatawan baik itu internasional, nasional dan lokal. Air Terjun Kali atau Air Terjun Pineleng padahal namanya sudah tersohor di tanah air. Seperti Afni Rustam lewat Weblog nya menceritakan bahwa pada tanggal 30 Mei 2010 bersama dengan suaminya tercinta datang ke Air Terjun Kali, jauh-jauh dari pulau jawa ke Manado untuk ke air terjun kali dia begitu kecewa dengan kondisi objek wisata ini. Sempat saya baca mereka ke tempat ini tanpa buku petunjuk pariwista, sehingga menjadi pertanyaan bagi saya apakah memang benar air terjun kali sudah dihapus dari daftar objek wisata daerah? karena ada beberapa isu tempat ini sudah tidak lagi didaftarkan sebagai objek wisata.


Kalau memang isu itu benar bahwa air terjun kali sudah tidak didaftarkan lagi sebagai objek wista, saya menjadi semakin bingung lagi ketika membuka situs resmi Pemerintah Minahasa, Air Terjun Kali Pineleng masih terpampang di slide halaman utama yang nota bene Pemkab minahasa masih mempromosikan keberdaan objek wisata ini. TETAPI!!!!! kenapa tempat ini dilantarkan dan dibiarkan? tekesan bagi saya Pineleng seperti anak tiri padahal arti dari PINELENG itu sendiri = DIPILIH, lokasi Kec. Pineleng sebagai bagian dari Kabupaten Minahasa diapit oleh dua daerah tingkat II yaitu Kota Manado dan Kota Tomohon, jangkauan pun jauh lebih dekat ke Manado dan Tomohon dari pada ke Tondano yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Minahasa. Seandainya memang pemerintah tidak sanggup atau belum bisa mengelola dengan baik, cobalah tempat ini dibuka kesempatan dengan mencari investor swasta yang mau bekerja sama untuk mengelola.
Official Website Pemerintah Kabupaten Minahasa
Photo:  John Tasirin
Sangat menyedihkan saat melihat kondisi lokasi disekitar Air Terjun Kali, begitu banyak sampah, fasilitas yang tidak terawat. Padahal kalau dikelalo dengan baik tempat ini bisa menjadi primadona daerah, terutama untuk mereka pecinta fotografi tempat ini bisa menjadi salah satu spot yang wajib dikunjungi.

Di sesi terakhir acara hunting yang dilaksanakan PF-PPWI bekerja sama dengan WCS, para peserta disuguhi dengan sesi foto model dengan konsep Busana Daerah Minahasa. Beberapa peserta antusias memotret dua orang model yang sudah disiapkan, tapi banyak juga peserta lain yang tetap sibuk berburu objek macro.


Hunting dilokasi air terjun diakhiri dengan berfoto bersama semua peserta. Dan selanjutnya kembali ke meeting point 2 rumahkanya Meiki Tangkuman untuk santap bersama Tinutuan atau Bubur Manado dilanjutkan dengan diskusi "Bedah Foto" sambil minum kopi yang sudah disiapkan.
Photo by Andres Etd

Pukul 13.00 seluruh acara berakhir, dan semuanya kembali ke aktifitas masing-masing.





Link Terkait:

Jumat, Oktober 28, 2011

Kevin Carter, Pulitzer 1994




Salah satu film favorit saya dan selalu menjadi inspirasi tentang dedikasi dari sebuah profesi (kecuali pesan akhirnya tentang bunuh diri ^_^)

Film ini menceritkan tentang fotografer salah satunya
yang paling sensasional
Kevin Carter, seorang fotografer lepas "The New York Times
yang fotonya mendapatkan penghargaan "Pulitzer Prize" pada tahun 1994
(http://www.pulitzer.org/awards/1994)

http://adisulistyo.files.wordpress.com/
Foto yang diambil pada masa gejolak di Somolia,
Kevin Carter mengabadikan seorang anak kelaparan yang hampir mati,
dibelakang anak tersebut ada seekor burung gagak yang "seakan" siap
menyatapnya saat anak itu mati.

Beberapa waktu kemudian, setelah mendapatkan penghargaan
Kevin Carter banyak mendapatkan kritik dan kecaman tentang fotonya
banyak yang bertanya bagaimana nasib anak dalam foto,
apakah dia tolong? atau dia dibiarkan mati?

Kevin Carter yang terus mendapatkan tekanan, depresi dengan
kenangan yang terus menghantuinya akhirnya bunuh diri. Dalam surat sebelum bunuh diri dia menuliskan:

"I am depressed ... without phone ... money for rent ... money for child support ... money for debts ... money!!! ... I am haunted by the vivid memories of killings and corpses and anger and pain ... of starving or wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners ... I have gone to join Ken [recently deceased colleague Ken Oosterbroek] if I am that lucky."

"Saya tertekan ... tanpa telepon ... uang untuk sewa ... uang untuk dukungan anak ... uang untuk utang ... uang! ... Saya dihantui oleh kenangan jelas tentang pembunuhan dan mayat-mayat dan kemarahan dan sakit ... kelaparan atau anak-anak terluka, memicu-senang orang gila, sering polisi, algojo pembunuh ... Aku telah pergi untuk bergabung Ken jika saya yang beruntung."

Tentang Kevin Carter bisa dilihat di: http://en.wikipedia.org/wiki/Kevin_Carter

Official Site Film: http://www.kevincarterfilm.com/

Minggu, Oktober 23, 2011

Peduli Lingkungan lewat foto. Hunting foto bersama PF-PPWI

Permasalahan lingkungan seperti permukiman kumuh dan sampah di kota-kota besar selalu menjadi sorotan utama, bolehlah sebuah kota menyatakan bahwa kotanya sudah maju tapi tetap saja permukiman kumuh dan sampah tidak bisa diatasi.

Penanganan kawasan permukiman kumuh sesungguhnya perlu dilakukan tidak saja di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang menjadi bagian kota metropolitan dan atau kota besar, tetapi juga perlu dilakukan di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang ada di kota sedang dan kecil.

Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.

Ciri-ciri pemukiman kumuh menurut  Prof. DR. Parsudi Suparlan (antropolog), sebagai berikut:
1.     Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
2.     Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampuatau miskin.
3.     Adanya tingkat frekuensi dankepadatan volume yang tinggi dalampenggunaan ruang-ruang yang ada dipemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutantata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
4.     Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai:
a.      Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.
b.     Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.
c.      Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.
5.     Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya.
6.     Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.
Sumber: http://www.facebook.com/groups/pf.ppwi/doc/249911088389268/

Berkaitan dengan deskripis diatas, sabtu 22 Oktober 2011 puluhan fotografer di Manado berpartisipasi dalam acara Hunting Foto yang diberi tajuk Peduli Lingkungan Lewat Foto, "Ngoni Buang Sampah Torank Kuti (baca: foto)" (Kalian buang sampah kami foto) diselenggarakan oleh PF-PPWI Sulawesi Utara bekerja sama dengan Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP).

IMG_5410_1_2Enhancer
Pukul 06.00 para fotografer mulai berkumpul di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) pusat kota Manado, satu persatu mulai berdatangan lengkap dengan peralatan kamera masing-masing.
IMG_5428_29_30_tonemapped
Sekitar pukul 06.30 partisipan sudah hampir terkumpul. Kebersamaan terasa begitu hangat, tidak peduli dari club atau komunitas mana, walau diantara mereka ada yang baru bertemu tatap muka saat itu. Seperti semboyan yang selalu di suarakan "Torang Samua Basudara", dan itu tercermin pada saat itu.

IMG_5439_40_41_tonemappedSebelum melakukan perjalanan ke lokasi hunting yang direncanakan, yaitu menyusuri sungai "Kuala Jengki" anak-anak SMK Sola Gratia Tongkaina Jurusan Selam yang berdandan ala Zombie dengan wardrobe dari sampah  yang dipimpin Mrs. Simone Gerritsen dari Thalassa Dive Centre melakukan aksi teatrikal merepresentasikan dampak buruk dari sampah yang tidak terkelola dengan baik. Selanjutnya Dr. Ir. Johny S. Tasirin, MScF, Koordinator Program WCS-IP Sulawesi memberikan arahan mengatakan, “kesadaran akan peduli lingkungan harus dikampanyekan secara terus menerus, agar masyarakat bisa diingatkan akan pentingnya bersahabat dengan lingkungan yang ditempatinya.”


IMG_5453_4_5_tonemapped
IMG_7118IMG_7116
Setelah itu semua berjalan menuju Pasar Bersehati Manado, untuk naik transportasi air yang sudah disiapkan panitia, setiap perahu ditumpangi 5-6 orang partisipan ditambah 1 orang anak yang berkostum zombie dengan maksud untuk menarik perhatian masyarakat. 
IMG_7126
Baru beberapa menit perahu berjalan, kami sudah diperhadapkan dengan objek-objek yang akan diburu. Sampah berserakan dimana-mana, hanyut mengikuti arus sungai "Kuala Jengki".
Dan tak jauh kemudian, didapati pemukiman kumuh. Kehidupan kesehariannya, sungai ini adalah kebutuhan utama pemukiman ini. Mandi, mencuci, memasak sumber air semuanya diambil dari sungai ini, padahal sampah berserakan diatas sungai.
Tak jauh kemudian di tingkungan pertama, kami dihadapkan dengan pemandangan yang kontras dengan sebelumnya. Beberapa sudut dari sungai ini, ada keindahan yang perlahan mulai hilang dikikis sampah.
Begitu asyiknya mengambil gambar dari atas perahu, tak terasa sudah hampir jam 09.00, terik matahir mulai terasa membakar kulit dan dahaga mulai terasa haus.
Saya pun mengalih perhatian ke pendayung yang mengemudikan perahu yang mengantar kami. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk menghilangkan rasa panas yang menyengat. Bapak yang mengantar kami sekaligus pemilik perahu ternyata bernama Hagip, berasal dari gorontalo dan sejak tahun 1990 menetap di Manado daerah Kuala Jengki. Sejak datang di Manado sampai sekarang kesehariannya mendayung perahu mengantar penumpang dialiran sungai "Kuala Jengki" (Kuala Jengki = Muara Sungai Tondano).
Perjalanan menyusuri Kuala Jengki diteruskan, setelah hampir separuh dari rute perjalanan tiba-tiba dari sebuah jendela seorang bapak berteriak "Coba datang kemarin, hari ini sampahnya cuma sedikit, kemarin sudah terbawa air hujan"
Memang benar kemarin (21 Oktober 2011) hujan turun begitu lebat, peralanan kami tetap diteruskan sambil tersenyum kepada Bapak yang berteriak tadi.
Hari semakin siang dan terik panas semakin menyengat, langit yang cerah warna birunya membuat semua fotografer tetap bersemangat mengambil gambar.
Tak terasa sudah sampai di ujung rute sesi menyusuri Kuala Jengki (aka Muara Sungai Tondano). Semua naik ke pinggiran dan berkumpul untuk istirahat.
Untuk menghilangkan kejenuhan dan rasa capek setelah menyusuri sungai dan bermadikan terik panas matahari, sesi selanjutnya para fotografer disuguhkan dengan foto model yang sudah disiapkan panitia. Konsepnya tetap masih berkaitan dengan tema hunting, dimana yang paling ditonjolkan adalah dibalik keindahan sebuah kota manado masih ada sampah yang harus diselesaikan.

Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi bersama


Rute Hunting:

http://maps.google.co.id/?ll=1.493778,124.846916&spn=0.012506,0.021136&t=h&vpsrc=6&z=16

Link terkait:

Build Cordova iOS

Untuk membuat build Cordova iOS dan langsung menginstalnya ke iPhone, Anda perlu mengikuti beberapa langkah yang melibatkan Xcode dan konfig...